Text
Napak Tilas Sejarah Muhammadiyah Bengkulu (Membangun Islam Berkemajuan di Bumi Raflesia)
Di negeri yang tanpa sejarah, masa depan masyarakatnya akan dikuasai oleh para penentu isi ingatan, yang merumuskan konsep serta menafsirkan masa lampau, demikian kalimat pedas yang pernah dilontarkan oleh Michael Stuner (dalam Taufik Abdullah, 1995:35). Dan lebih pedas lagi Cicero menyatakan, bahwa barang siapa tak mengenal sejarahnya, maka ia akan tetap menjadi anak kecil (Sartono, 1992:23). “Masa lampau itu adalah prologue” demikian kata singkat Ortega.
Totalitas pengalaman manusia di masa lampau manfaatnya amat berharga dipetik untuk dijadikan bekal menghadapi masa depan yang terentang di depan kita (T. Ibrahim Alfian, 1985:3). Dan jangan lupa bahwa jauh sebelumnya, orang Yunani kuno pun sempat mengeluarkan adagiumya, "Historia Vitae Magistra" (Sejarah adalah Guru Kehidupan).
Tak hanya itu, Bung Karno juga sempat mengingatkan kita tentang "Jas Merah" (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah). Bahkan sebelumnya, tepatnya di depan Landraad Bandung pada tahun 1930, Bung Karno pernah mengajukan pidato pembelaannya yang mengandung unsur dedaktik dari kesadaran sejarah.
Dengan demikian, rangkaian data dan kata dalam buku ini mencoba menelisik dan menggugah kesadaran sejarah pembaca dalam memahami alur waktu dan proses tumbuh kembangnya salah satu organisasi keagamaan yang terbesar di Indonesia, khususnya di Bengkulu yaitu Muhammadiyah.
Tidak tersedia versi lain